Donderdag 14 Maart 2013

ISLAM DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN DAN UPAYA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT


BAB I
PENDAHULUAN
            Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai etnis, ras, budaya, suku, bahasa, dan agama. Akan tetapi berbagai konflik dan ketegangan yang terjadi di Indonesia, termasuk peran agama pun –baik intern atau antar umat beragama- ikut memicu konflik dan ketegangan yang sering terjadi di tanah air tercinta.
            Indonesia merupakan penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia, jadi tidaklah mengherankan jika Indonesia mendapat perhatian khusus dunia. Seiring dengan pergerakan globalisasi yang terus berkembang, apakah Islam yang dituduh sebagai agama teoraksi yang jumud dan rukud (stagnasi atau statis) dapat membangun persatuan dalam kehidupan  masyarakat yang plural?!
Akhirnya  muncul pertanyaan, bagaimana Islam menyikapi perbedaan dan  keberagaman yang ada? Dan bagaimana pula Islam dapat mewujudkan  persatuan dan kesatuan umat dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditengah-tengah masyarakat yang majemuk?!

Uraian Judul
Persatuan adalah gabungan ikatan atau kumpulan dari beberapa bagian yang sudah bersatu.
Umat merupakan sebutan lain untuk mahluk yang bernama manusia dan bisa juga diartikan penganut atau pemeluk suatu agama.
Negara adalah organisasi yang sah dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan ditaati oleh rakyat, atau sebuah kelompok sosial yang menduduki suatu wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik,  mempunyai persatuan politik dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Bermasyarakat artinya bersatu membentuk masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama di suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu.
Majemuk adalah sesuatu yang terdiri dari beberapa bagian yang merupakan kesatuan.
Kacamata adalah sebuah lensa untuk mata yang berguna untuk menormalkan atau mempertajam penglihatan.
Islam adalah penyerahan diri kepada Allah dengan melaksanakan dan tunduk kepada apa yang datang dari Nabi Muhammad saw dari perbuatan yang jelas dalam syariat dan diketahui oleh agama secara primer (dharurat) atau dengan adanya al-dalil al-yaqini.
           
a.      Latar Belakang
Berbagai konflik -yang dikarenakan perbedaan suku, budaya atau agama- yang terus terjadi,  dan kekerasan yang mengatas namakan agama khususnya di Indonesia selalu menjadi pusat perhatian. Ironisnya, sejak kejadian 11 september 2001 Islamlah yang sering dituding menjadi dalang dibalik teror dan kekerasan dunia.
Kekerasaan tersebut menjadi argumen kuat bagi mereka yang ingin menafikan toleransi dalam Islam. Sehingga mereka mengkalaim Islam tidak akan memberi solusi dalam kehidupan masyarakat, apalagi pada Negara. Dengan ini tawaran hidup ala Barat yang sekular lebih banyak diminati.
Pluralitas merupakan sunnatullah yang Allah ciptakan di atas bumi Nya karena Allah telah berfirman dalam Al Qur’an:
يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر و أنثى و جعلناكم شعوبا و قبائل لتعارفوا إن اكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم حكيم
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al Hujurat: 13)
 Akan tetapi keterbatasan manusia dalam menerima perbedaan yang telah menjadi sunnatullah sering menjadi percekcokan dan ketegang apalagi dalam suatu Negara yang bermasyarakat majemuk dan plural.
            Tak lepas dari keterbatasan manusia itu sendiri, muncullah paham sekularisme yang menawarkan persatuan dan kedamaian dalam perspektif modernitas. Sehingga agama dan (politik) Negara harus dipisahkan, karena agama tidak akan memberi solusi malah hanya akan menjadi stagnasi kemajuan.
           
b.      Rumusan Masalah

1.      Sekularisme dan Agama
Awal mula munculnya paham sekularisme disebabkan trauma Barat pada kekerasan gereja di abad pertengahan. Hal ini juga membuat mereka –Barat- trauma akan kebenaran suatu agama. Sehingga menurut mereka, agama tidak berhak ikut campur dalam mengatur kehidupan manusia, karena menurut mereka sesuatu yang berkaitan dengan agama hanya akan berdampak tidak baik untuk kemajuan dan persatuan pada suatu Negara.
Sekular ala hidup Barat mulai berkembang pesat diberbagai Negara yang terpesona dengan kehidupan yang menjajikan kemajuan. Paham ini pun telah menyusup masuk ke organisasi dan lembaga-lembaga agama dengan menawarkan proyek penyebaran paham sekular dan antek-anteknya, seperti paham pluralisme yang mendukung sinkretisme agama dalam persatuan umat manusia.
paham pluralis menyatakan kesetaraan dan melegitimasi kebenaran semua agama yang ada dimuka bumi ini. Apapun itu agamanya, bagaimana pun bentuk ibadahnya, toh kata mereka tujuannya sama saja yaitu menyembah Tuhan yang sama[1].
Termasuk jargon demokrasi yang lahir dari paham sekular dalam upaya mewujudkan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan untuk rakyat, oleh rakyat dan dari rakyat nyatanya tidak seperti apa yang diharapkan. Tilik saja kondisi ekonomi dan sosial masyarakat kita saat ini.

2.      Islam dan Kekerasan
 Serangan di dua kota AS pada 11 September 2001, yang menghancurkan menara kembar WTC (World Trade Center) di New York dan merusak sebagian kantor Departemen Pertahanan (Pentagon) menjadi bukti kuat keterkaitan Islam teroris yang harus diwaspadahi oleh dunia.
Hal tersebut malah menyebabkan makin menyebarnya gejala islamophobia[2] dikalangan masyarakat yang tidak mengenal Islam atau mengenal Islam dari bungkus luarnya saja. Dalam pandangan mereka, pemeluk agama Islam akan terus melakukan teror dan berbagai kekerasan untuk menegakkan syariat Islam.
Ironisnya, orang yang telah mengidap gejala islamophobia ini meyakini dan mengklaim Al Qur’an adalah inti dari segala kekerasan dan intoleransi. Dan tak segan-segan pula mereka menuduh Nabi Muhammad saw sebagai orang yang pertama kali mengajarkan dan menghalalkan kekerasan seperti terorisme.

BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN DAN  UPAYA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT
A.     ISLAM DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN

1.      Konsep Toleransi dalam Islam (Kebebasan Beragama)
Radikalisme Islam mendorong Barat memelihara isu “:teroris Islam” agar dunia waspada dan ikut memberantas kelompok ekstrimis Islam. Dan menghapus citra Islam dengan mengatakan Islam adalah agama yang intoleransi. Islam adalah agama yang sangat toleransi. Jelas ini tidak pantas jika Islam dituduh agama yang ekstrim dan radikal. Apalagi dengan mengatakan Al Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai inti dari semua teror.
            Islam mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
لا إكراه في الدين
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”(QS. Al Baqarah: 256)
Jika kita menilik kembali sejarah Islam, akan kita dapatkan simahah al islam yang disana tidak ditemukan tentang adanya hukuman mati atau sisksaan pada seseorang yang tidak mahu masuk Islam. Contoh riilnya adalah bisa kita lihat bagaimana cara penyebaran Islam yang dilakukan oleh wali songo rahimahumullah di Indonesia.
Sejarah telah mengabadikan kepemimpinan Rosulullah saw dan sikap tasamuh beliau dalam  memperlakukan penduduk Madinah yang plural. Seperti yang tertulis dalam “Piagam Madinah” (shahifah madinah). Diantara isi piagam disebutkan  tentang adanya kesepakatan, bahwa jika ada penyerangan terhadap kota Madinah  atau penduduknya, maka semua ahlu shahifah (yang terlibat dalam Piagam  Madinah) wajib mempertahankan dan menolong kota Madinah dan penduduknya  tanpa melihat perbedaan agama dan qabilah3[3].

2.      Batasan toleransi dalam perspektif islam
Islam mengakui pluralitas agama, dan menghormati pemeluk agama lain. Tapi bagaimana jika ada sebagian kelompok yang melecehkan agama Islam atau aksi kemaksiatan yang jelas dilarang oleh agama? Apakah umat Islam harus berpura-pura menutup mata dan telinga atas dasar toleransi?!
Seperti yang terjadi di masa sahabat, saat seorang munafik yang bernama Musailah Al Kadzdzab (dan pengikutnya) mengaku bahwa dirinya nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam dan membiarkan pengikut Musailamah terus menyebarkan ajaran sesatnya. Karena disitu ada mashlahah untuk menjaga agama (hifdz al din) yang merupakan faktor dharury (primer) dalam kehidupan umat Islam[4]. Allah telah berfirman dengan tegas dan jelas bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad.
ما كان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين وكان الله بكل شيء عليما
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al Ahzab: 40)
Toleransi semacam ini jelas tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena seorang yang mengaku muslim berarti meyakini dan bersakasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah dan meyakini bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad saw.
3.      Al Asas al fikri li tasamuh al muslimin
D. Yusuf Qordhowi dalam kitabnya fi fiqh al aqliyat al muslimah menyebutkan beberapa faktor toleransi muslim terhadap non-muslim:
§  Nilai kemanusiaan yang mulia.
ولقد كرمنا بني آدم
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”(QS. Al Isra’: 70)
§  Perbedaan yang dimuka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak Allah Sang Maha Pencita alam semesta dan isinya.
ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين
“Jikalau Tuhan-mu mengkehendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.”(QS. Hud: 118)
§  Perbedaan tersebut adalah menjadi pertanggung jawaban antara dia dan Allah di akhirat nanti.
وإن جادلوك فقل الله أعلم بما تعملون الله يحكم بينكم يوم القيامة فيما كنتم فيه تختلفون
“Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, “Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan” Allah akan mengadilindiantara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih”.(QS. Al Hajj: 68-69)
§  Allah telah memerintahkan untuk berbuat adil dan berakhlak mulia.
يا أيها الذين آمنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنآن قوم على ألا تعدلوا
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”(QS. Al Ma’idah: 8)
                                            
A.     UPAYA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT

1.      Untuk mewujudkan persatuan masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia, perlu adanya kerja sama antara pemimpin dan rakyat. Jargon demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat butuh pembuktian yang nyata dalam menjaga keamanan dan ketenangan bagi setiap umat beragama, dan tegas dalam mengambil keputusan jika ada yang meresahkan rakyat setempat.
2.      Peduli kepada sesama tanpa melihat suku, ras, budaya, dan agama dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan masing-masing.
3.      Cinta tanah air dengan bangga menjadi warga Negara Indonesia, bangga terhadap budaya Indonesia dan dengan cara menerapakan bahwa negara kita adalah negara yang paling istimewa.
4.      Terutama peran pemuda sangatlah penting dalam upaya pembangunan persatuan umat, karena mereka merupakan calon pemimpin dan generasi penerus bangsa kita. Nasib umat ada ditangan mereka, negara bisa maju jika pemudanya juga maju dan begitu juga sebaliknya.
5.      Melahirkan kembali semangat nasionalisme dengan mempelajari kembali perjuangan para pejuang dahulu yang telah berkorban jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia.
6.      Bertanya kepada diri sendiri, apa yang telah kita lakukan untuk Negara? Sumbangsih apa yang telah kita berikan kepada tanah air tercinta?


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Islam mengakui perbedaan dan keberagman dengan adanya konsep toleransi terhadap kebebasan beragama, namun tetap dalam koridor batasan toleransi yang diperbolehkan dalam ajaran Islam. Ini jelas tidak seperti apa yang diyakini oleh musuh Islam dalam mengklaim dan menuduh Islam agama yang intoleransi.
Sekularisme yang aktif mengampanyekan solusi hidup yang menjanjikan kemajuan Negara, nyatanya gagal di terapkan dalam kehidupan manusia. Seperti pemerintahn Negara Turki saat dipegang oleh Mustafa Kemal yang ikut mendukung dalam menyebarkan sekularisme untuk kemajuan Negara.
Sebaliknya, jika kita mempelajari dan mendalami Islam, kita akan mengetahui bahwa Islam adalah agama yang washat (moderat), dalam artian Islam menjaga agar tidak condong terhadap salah satu dari dua perkara antara al ghuluw (berlebih-lebihan atau kebablasan) dan al taqshir (mengabaikan). Seperti yang dilakukan sebagian kelompok yang kebablasan dalam menafsirkan ayat Al Quran dan mengabaikan sebagian nash yang termaktub dalam Al Quran berdasarkan pemahaman akal manusia yang berbeda-beda. Seperti halnya metode tafsir hermeneutika.
Konsep toleransi dalam Islam dengan menghormati dan menghargai agama lain (tapi tetap dalam takaran Islam) adalah tak lain bertujuan agar tercipta kurukunan antar umat muslim dan non-muslim. Sehingga kita dapat meminimalisir berbagai konflik dan ketegangan yang ada.
Menjadi warga Indonesia berarti kita harus menerima dan mensyukuri semua kelebihan dan kekurangan yang ada di Indonesia. Mari sama-sama bangkit berpangku tangan dan bersatu padu untuk menambal sedikit demi sedikit kekurangan yang ada. Kelemahan kita adalah kurangnya rasa bangga terhadap Negara dan kita lebih suka menjiplak budaya luar negeri (baca: Barat) ketimbang melestarikan budaya kita sendiri.
***
Daftar Pustaka
·        Al Qur’an Al Kareem dan Terjemahannya
·        Al Bouthi Mohammad Sa’id, 1993. Fiqh Al Siroh. Dar Al fikr, Lebanon.
·        Al Qordhowi Yusuf, 1997. Al Islam Wal ‘Ilmaniyah Wajhan Li Wajhin. Maktabah Wahbah, Kairo.
·        Al Qordhowi Yusuf. Fi Fiqh Al ‘Aqliyat Al Muslimah. Dar Al syuruq, Kairo.
·        Husaini Adian, 2005. Hendak Kemana (Islam) Indonesia? Media Wacana, Surabaya.
·        Husaini Adian, 2012. Pluralism Agama Musuh Agama-agama. Adabiy Press.
·        Ibrahim Adullah, 2004. Simahah Al Islam Fi Mu’amalah ‘Ayr Al Muslimin. Kulliyah Al Adda’wah Wa Al ‘I’lam, Saudi Arab.
·        www.instistnet.com



[1] Adian Husaini, Pluralisme Agama, Adabiy Press, 2012, Hal.2
[2] Perasaan takut dan penolakan atas sesuatu yang berkaitan dengan Islam
[3] Muhammad Sa’id Ramadhan Al Bouthi, Fiqh Al Siroh, Dar Al Fikr, 1993, hal.161
[4] Imam syathibi dalam kitab muwaqatnya menjelaskan bahwa mashlahah yang terkandung dalam maqhosid syari’ah  terbagi menjadi tiga bagian: 1. Al dharuriyyat (primer) 2. Al hajiyyat (sekunder) 3. Al tahsiniyyat (particular), sedangkan al dharuriyyat amerupakan faktor paling utama dalam kehidupan manusia mencangkup lima hal: 1. Hifdzu al din 2. Hifdzu al nafs 3. Hifdzu al ‘aql 4. Hifdzu al nasl 5. Hifdzu al mal

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking