BAB I
PENDAHULUAN
Penduduk
Indonesia terdiri dari berbagai etnis, ras, budaya, suku, bahasa, dan agama. Akan
tetapi berbagai konflik dan ketegangan yang terjadi di Indonesia, termasuk
peran agama pun –baik intern atau antar umat beragama- ikut memicu konflik dan
ketegangan yang sering terjadi di tanah air tercinta.
Indonesia
merupakan penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia, jadi tidaklah
mengherankan jika Indonesia mendapat perhatian khusus dunia. Seiring dengan
pergerakan globalisasi yang terus berkembang, apakah Islam yang dituduh sebagai agama teoraksi yang
jumud dan rukud (stagnasi atau statis) dapat membangun persatuan
dalam kehidupan masyarakat yang plural?!
Akhirnya
muncul pertanyaan, bagaimana Islam
menyikapi perbedaan dan keberagaman yang
ada? Dan bagaimana pula Islam dapat mewujudkan
persatuan dan kesatuan umat dalam bingkai Negara kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) ditengah-tengah masyarakat yang majemuk?!
Uraian
Judul
Persatuan adalah gabungan ikatan atau kumpulan dari beberapa bagian yang
sudah bersatu.
Umat merupakan sebutan lain untuk mahluk yang bernama manusia dan bisa
juga diartikan penganut atau pemeluk suatu agama.
Negara adalah organisasi yang sah dalam suatu wilayah yang mempunyai
kekuasaan tertinggi dan ditaati oleh rakyat, atau sebuah kelompok sosial yang
menduduki suatu wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga
politik, mempunyai persatuan politik dan
berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Bermasyarakat artinya bersatu membentuk masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan
orang yang hidup bersama di suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan
tertentu.
Majemuk
adalah sesuatu yang terdiri dari beberapa bagian yang merupakan
kesatuan.
Kacamata
adalah sebuah lensa untuk mata yang berguna untuk menormalkan atau
mempertajam penglihatan.
Islam
adalah penyerahan diri kepada Allah dengan melaksanakan dan tunduk
kepada apa yang datang dari Nabi Muhammad saw dari perbuatan yang jelas dalam
syariat dan diketahui oleh agama secara primer (dharurat) atau dengan
adanya al-dalil al-yaqini.
a.
Latar Belakang
Berbagai
konflik -yang dikarenakan perbedaan suku, budaya atau agama- yang terus
terjadi, dan kekerasan yang mengatas
namakan agama khususnya di Indonesia selalu menjadi pusat perhatian. Ironisnya,
sejak kejadian 11 september 2001 Islamlah yang sering dituding menjadi dalang
dibalik teror dan kekerasan dunia.
Kekerasaan
tersebut menjadi argumen kuat bagi mereka yang ingin menafikan toleransi dalam
Islam. Sehingga mereka mengkalaim Islam tidak akan memberi solusi dalam
kehidupan masyarakat, apalagi pada Negara. Dengan ini tawaran hidup ala Barat
yang sekular lebih banyak diminati.
Pluralitas
merupakan sunnatullah yang Allah ciptakan di atas bumi Nya karena Allah
telah berfirman dalam Al Qur’an:
يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر و
أنثى و جعلناكم شعوبا و قبائل لتعارفوا إن اكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم
حكيم
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al Hujurat: 13)
Akan tetapi keterbatasan manusia dalam
menerima perbedaan yang telah menjadi sunnatullah sering menjadi percekcokan
dan ketegang apalagi dalam suatu Negara yang bermasyarakat majemuk dan plural.
Tak
lepas dari keterbatasan manusia itu sendiri, muncullah paham sekularisme yang
menawarkan persatuan dan kedamaian dalam perspektif modernitas. Sehingga agama
dan (politik) Negara harus dipisahkan, karena agama tidak akan memberi solusi
malah hanya akan menjadi stagnasi kemajuan.
b.
Rumusan Masalah
1.
Sekularisme dan Agama
Awal
mula munculnya paham sekularisme disebabkan trauma Barat pada kekerasan gereja
di abad pertengahan. Hal ini juga membuat mereka –Barat- trauma akan kebenaran suatu
agama. Sehingga menurut mereka, agama tidak berhak ikut campur dalam mengatur
kehidupan manusia, karena menurut mereka sesuatu yang berkaitan dengan agama
hanya akan berdampak tidak baik untuk kemajuan dan persatuan pada suatu Negara.
Sekular
ala hidup Barat mulai berkembang pesat diberbagai Negara yang terpesona dengan
kehidupan yang menjajikan kemajuan. Paham ini pun telah menyusup masuk ke
organisasi dan lembaga-lembaga agama dengan menawarkan proyek penyebaran paham
sekular dan antek-anteknya, seperti paham pluralisme yang mendukung sinkretisme
agama dalam persatuan umat manusia.
paham
pluralis menyatakan kesetaraan dan melegitimasi kebenaran semua agama yang ada dimuka
bumi ini. Apapun itu agamanya, bagaimana pun bentuk ibadahnya, toh kata
mereka tujuannya sama saja yaitu menyembah Tuhan yang sama[1].
Termasuk
jargon demokrasi yang lahir dari paham sekular dalam upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan untuk rakyat, oleh rakyat dan dari rakyat
nyatanya tidak seperti apa yang diharapkan. Tilik saja kondisi ekonomi dan
sosial masyarakat kita saat ini.
2.
Islam dan Kekerasan
Serangan di dua kota AS pada 11 September 2001,
yang menghancurkan menara kembar WTC (World Trade Center) di New York dan
merusak sebagian kantor Departemen Pertahanan (Pentagon) menjadi bukti kuat keterkaitan
Islam teroris yang harus diwaspadahi oleh dunia.
Hal
tersebut malah menyebabkan makin menyebarnya gejala islamophobia[2]
dikalangan masyarakat yang tidak mengenal Islam atau mengenal Islam dari
bungkus luarnya saja. Dalam pandangan mereka, pemeluk agama Islam akan terus melakukan
teror dan berbagai kekerasan untuk menegakkan syariat Islam.
Ironisnya,
orang yang telah mengidap gejala islamophobia ini meyakini dan mengklaim Al
Qur’an adalah inti dari segala kekerasan dan intoleransi. Dan tak segan-segan
pula mereka menuduh Nabi Muhammad saw sebagai orang yang pertama kali
mengajarkan dan menghalalkan kekerasan seperti terorisme.
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN DAN UPAYA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT
A.
ISLAM
DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN
1.
Konsep Toleransi dalam Islam (Kebebasan Beragama)
Radikalisme
Islam mendorong Barat memelihara isu “:teroris Islam” agar dunia waspada dan
ikut memberantas kelompok ekstrimis Islam. Dan menghapus citra Islam dengan
mengatakan Islam adalah agama yang intoleransi. Islam adalah agama yang sangat
toleransi. Jelas ini tidak pantas jika Islam dituduh agama yang ekstrim dan
radikal. Apalagi dengan mengatakan Al Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai inti dari
semua teror.
Islam
mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam seorang
muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk Islam
dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
لا إكراه في
الدين
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”(QS.
Al Baqarah: 256)
Jika
kita menilik kembali sejarah Islam, akan kita dapatkan simahah al islam yang
disana tidak ditemukan tentang adanya hukuman mati atau sisksaan pada seseorang
yang tidak mahu masuk Islam. Contoh riilnya adalah bisa kita lihat bagaimana
cara penyebaran Islam yang dilakukan oleh wali songo rahimahumullah di
Indonesia.
Sejarah
telah mengabadikan kepemimpinan Rosulullah saw dan sikap tasamuh beliau
dalam memperlakukan penduduk Madinah
yang plural. Seperti yang tertulis dalam “Piagam Madinah” (shahifah madinah).
Diantara isi piagam disebutkan tentang
adanya kesepakatan, bahwa jika ada penyerangan terhadap kota Madinah atau penduduknya, maka semua ahlu shahifah
(yang terlibat dalam Piagam Madinah)
wajib mempertahankan dan menolong kota Madinah dan penduduknya tanpa melihat perbedaan agama dan qabilah3[3].
2.
Batasan toleransi dalam perspektif islam
Islam
mengakui pluralitas agama, dan menghormati pemeluk agama lain. Tapi bagaimana jika
ada sebagian kelompok yang melecehkan agama Islam atau aksi kemaksiatan yang
jelas dilarang oleh agama? Apakah umat Islam harus berpura-pura menutup mata
dan telinga atas dasar toleransi?!
Seperti
yang terjadi di masa sahabat, saat seorang munafik yang bernama Musailah Al
Kadzdzab (dan pengikutnya) mengaku bahwa dirinya nabi setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam dan membiarkan
pengikut Musailamah terus menyebarkan ajaran sesatnya. Karena disitu ada
mashlahah untuk menjaga agama (hifdz al din) yang merupakan faktor dharury
(primer) dalam kehidupan umat Islam[4]. Allah
telah berfirman dengan tegas dan jelas bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup
para Nabi dan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad.
ما كان محمد أبا
أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين وكان الله بكل شيء عليما
“Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”(QS. Al Ahzab:
40)
Toleransi
semacam ini jelas tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena seorang yang
mengaku muslim berarti meyakini dan bersakasi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah dan meyakini bahwa tidak ada nabi
setelah Nabi Muhammad saw.
3.
Al Asas al fikri li tasamuh al muslimin
D.
Yusuf Qordhowi dalam kitabnya fi fiqh al aqliyat al muslimah menyebutkan
beberapa faktor toleransi muslim terhadap non-muslim:
§ Nilai kemanusiaan yang mulia.
ولقد
كرمنا بني آدم
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”(QS. Al Isra’: 70)
§ Perbedaan yang dimuka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak Allah
Sang Maha Pencita alam semesta dan isinya.
ولو
شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين
“Jikalau Tuhan-mu mengkehendaki, tentu Dia
menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih
pendapat.”(QS. Hud: 118)
§ Perbedaan tersebut adalah menjadi pertanggung jawaban antara dia
dan Allah di akhirat nanti.
وإن
جادلوك فقل الله أعلم بما تعملون الله يحكم بينكم يوم القيامة فيما كنتم فيه
تختلفون
“Dan
jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, “Allah lebih mengetahui tentang
apa yang kamu kerjakan” Allah akan mengadilindiantara kamu pada hari kiamat
tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih”.(QS. Al Hajj: 68-69)
§ Allah telah memerintahkan untuk berbuat adil dan berakhlak mulia.
يا
أيها الذين آمنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنآن قوم على ألا
تعدلوا
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu
menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”(QS.
Al Ma’idah: 8)
A.
UPAYA
DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT
1.
Untuk
mewujudkan persatuan masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia, perlu adanya
kerja sama antara pemimpin dan rakyat. Jargon demokrasi yang dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat butuh pembuktian yang nyata dalam menjaga keamanan dan
ketenangan bagi setiap umat beragama, dan tegas dalam mengambil keputusan jika
ada yang meresahkan rakyat setempat.
2.
Peduli
kepada sesama tanpa melihat suku, ras, budaya, dan agama dengan saling
menghormati dan menghargai perbedaan masing-masing.
3.
Cinta
tanah air dengan bangga menjadi warga Negara Indonesia, bangga terhadap budaya
Indonesia dan dengan cara menerapakan bahwa negara kita adalah negara yang
paling istimewa.
4.
Terutama
peran pemuda sangatlah penting dalam upaya pembangunan persatuan umat, karena
mereka merupakan calon pemimpin dan generasi penerus bangsa kita. Nasib umat
ada ditangan mereka, negara bisa maju jika pemudanya juga maju dan begitu juga sebaliknya.
5.
Melahirkan
kembali semangat nasionalisme dengan mempelajari kembali perjuangan para
pejuang dahulu yang telah berkorban jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia.
6.
Bertanya
kepada diri sendiri, apa yang telah kita lakukan untuk Negara? Sumbangsih apa
yang telah kita berikan kepada tanah air tercinta?
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
dan Saran
Islam
mengakui perbedaan dan keberagman dengan adanya konsep toleransi terhadap
kebebasan beragama, namun tetap dalam koridor batasan toleransi yang diperbolehkan
dalam ajaran Islam. Ini jelas tidak seperti apa yang diyakini oleh musuh Islam
dalam mengklaim dan menuduh Islam agama yang intoleransi.
Sekularisme
yang aktif mengampanyekan solusi hidup yang menjanjikan kemajuan Negara,
nyatanya gagal di terapkan dalam kehidupan manusia. Seperti pemerintahn Negara
Turki saat dipegang oleh Mustafa Kemal yang ikut mendukung dalam menyebarkan
sekularisme untuk kemajuan Negara.
Sebaliknya,
jika kita mempelajari dan mendalami Islam, kita akan mengetahui bahwa Islam
adalah agama yang washat (moderat), dalam artian Islam menjaga agar tidak
condong terhadap salah satu dari dua perkara antara al ghuluw (berlebih-lebihan
atau kebablasan) dan al taqshir (mengabaikan). Seperti yang dilakukan
sebagian kelompok yang kebablasan dalam menafsirkan ayat Al Quran dan
mengabaikan sebagian nash yang termaktub dalam Al Quran berdasarkan
pemahaman akal manusia yang berbeda-beda. Seperti halnya metode tafsir
hermeneutika.
Konsep
toleransi dalam Islam dengan menghormati dan menghargai agama lain (tapi tetap
dalam takaran Islam) adalah tak lain bertujuan agar tercipta kurukunan antar umat
muslim dan non-muslim. Sehingga kita dapat meminimalisir berbagai konflik dan ketegangan
yang ada.
Menjadi
warga Indonesia berarti kita harus menerima dan mensyukuri semua kelebihan dan
kekurangan yang ada di Indonesia. Mari sama-sama bangkit berpangku tangan dan bersatu
padu untuk menambal sedikit demi sedikit kekurangan yang ada. Kelemahan kita
adalah kurangnya rasa bangga terhadap Negara dan kita lebih suka menjiplak
budaya luar negeri (baca: Barat) ketimbang melestarikan budaya kita sendiri.
***
Daftar Pustaka
·
Al
Qur’an Al Kareem dan Terjemahannya
·
Al
Bouthi Mohammad Sa’id, 1993. Fiqh Al Siroh. Dar Al fikr, Lebanon.
·
Al
Qordhowi Yusuf, 1997. Al Islam Wal ‘Ilmaniyah Wajhan Li Wajhin. Maktabah
Wahbah, Kairo.
·
Al
Qordhowi Yusuf. Fi Fiqh Al ‘Aqliyat Al Muslimah. Dar Al syuruq, Kairo.
·
Husaini
Adian, 2005. Hendak Kemana (Islam) Indonesia? Media Wacana, Surabaya.
·
Husaini
Adian, 2012. Pluralism Agama Musuh Agama-agama. Adabiy Press.
·
Ibrahim
Adullah, 2004. Simahah Al Islam Fi Mu’amalah ‘Ayr Al Muslimin. Kulliyah
Al Adda’wah Wa Al ‘I’lam, Saudi Arab.
[1]
Adian Husaini, Pluralisme Agama, Adabiy Press, 2012, Hal.2
[2]
Perasaan takut dan penolakan atas sesuatu yang berkaitan dengan Islam
[3]
Muhammad Sa’id Ramadhan Al Bouthi, Fiqh Al Siroh, Dar Al Fikr, 1993, hal.161
[4]
Imam syathibi dalam kitab muwaqatnya menjelaskan bahwa mashlahah yang
terkandung dalam maqhosid syari’ah
terbagi menjadi tiga bagian: 1. Al dharuriyyat (primer) 2. Al hajiyyat
(sekunder) 3. Al tahsiniyyat (particular), sedangkan al dharuriyyat amerupakan
faktor paling utama dalam kehidupan manusia mencangkup lima hal: 1. Hifdzu al
din 2. Hifdzu al nafs 3. Hifdzu al ‘aql 4. Hifdzu al nasl 5. Hifdzu al mal
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking